Seram! Mulai Dari POCONG Hingga Noni Belanda Menghuni Rumah Mak Lampir di Depok Jawa Barat

 


Didirikan pada tahun 1775 sebuah bangunan peninggalan Belanda yang bernama Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg di buat oleh Gubernur Jenderal VOC Van der Parra. Bangunan yang mestinya menjadi bangunan bersejarah itu kini lebih dikenal dengan sebutan Rumah Mak Lampir yang angker. Bangunan Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg terletak di Kompleks RRI di Jalan Raya Bogor, Cimanggis, Depok, Jawa Barat.

Untuk mengetahui keberadaan gedung yang masyarakat sekitar lebih dikenal dengan nama Gedung Gede ini, harus masuk ke Kompleks RRI dan harus mendapatkan izin dari pihak keamanan. Terletak di bagian ujung kompleks, bangunan Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg menjadi bangunan yang paling besar. bangunan yang dulu menjadi ikon di kawasan tersebut sudah tidak utuh lagi walaupun masih dapat dilihat bentuknya dan kemegahannya.

Bagian atap sudah hampir seluruhnya roboh, yang tersisa hanyalah dinding utama, dan beberapa bagian jendela serta pintu utama. Sementara itu, di bagian depan masih terlihat beberapa tiang besar berdiri kukuh, walaupun bagian atasnya sudah tak lagi menyangga.

Salah satu hal yang menarik perhatian banyak orang ketika berkunjung untuk melihat bangunan Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg adalah masih terlihatnya ukir-ukiran khas zaman Belanda di bagian atas pintu. Ukir-ukiran yang diperkirakan telah berusia kurang lebih 250 tahun tersebut masih indah, walaupun beberapa bagiannya sudah ada yang termakan usia. Jika dibandingkan dengan foto kemegahannya dahulu, kondisi bangunan Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg sungguh sangat memprihatinkan.

Dahulu Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg merupakan bangunan yang megah dan indah, yang dikelilingi oleh hutan karet. Kawasan Kompleks RRI Radar Cimanggis dahulu memang dikenal sebagai hutan karet, yang sejuk dan damai.   Jika melihat sejarahnya, Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg merupakan bangunan utama yang dahulu menjadi rumah singgah bagi para gubernur jenderal VOC yang hendak melakukan perjalanan ke arah Bogor atau sebaliknya.

Salah satu Gubernur Jenderal VOC yang dahulu konon sering singgah di Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg adalah Daendels. Depok saat masa penjajahan Belanda memang dikenal sebagai daerah yang rindang dan sejuk dan lebih utamanya lagi merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan Batavia atau Jakarta.

Tidak mengherankan, beberapa Gubernur Jenderal VOC saat itu membangun tempat peristirahatan atau rumah singgah di kawasan Depok. Dalam beberapa referensi dijelaskan, rumah Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg adalah sebuah rumah singgah yang dibangun oleh Gubernur Jenderal VOC Van der Parra atau yang memiliki nama lengkap Petrus Albertus Van der Parra pada tahun 1775 hingga 1778, yang diarsitekturi oleh J Smith. Rumah bergaya arsitektur Eropa Classic ini kemudian ditempati oleh istri kedua Van der Parra yang bernama Adriana Johanna Bake.

Van der Parra merupakan Gubernur Jenderal VOC di Batavia yang bertugas sejak tahun 1761 hingga 1775. Menjabat sebagai Gubernur Jenderal VOC, Van der Parra dikenal sebagai Gubernur Jenderal VOC yang hidup paling mewah dibandingkan dengan Gubernur Jenderal VOC lainya. Tidak hanya itu, banyak sekali kebijakan yang diambil oleh Van der Parra yang kontroversial dan dianggap hanya menguntungkan segelintir orang saja, tidak terkecuali kalangan keluarganya sendiri.

Thoyib, salah satu petugas keamanan yang menjaga keberadaan bangunan Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg mengatakan, bangunan tersebut sudah tak lagi terawat sejak 10 tahun terakhir. “Kondisinya jadi seperti ini,” ungkapnya.

Thoyib menjelaskan, setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, bangunan Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg kemudian dikuasai oleh pemerintah Indonesia. Pada saat itu, kawasan Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg juga sudah banyak berdiri rumah-rumah warga, hingga tumbuh menjadi perkampungan, sebelum akhirnya kemudian dijadikan komplek RRI Radar Cimanggis. Setelah dikuasai oleh RRI, bangunan Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg pun kemudian dijadikan sebagai tempat tinggal sekitar 12 keluarga karyawan RRI, yang saat itu belum mendapat jatah rumah dinas.

Akan tetapi, pada kisaran tahun 2000 hingga 2004, para karyawan tersebut kemudian satu per satu meninggalkan bangunan Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg, lantaran telah mendapat jatah rumah dinas. “Sejak saat itulah kemudian bangunan ini kosong, tidak berpenghuni lagi. Akhirnya hancur gini,” katanya. Thoyib menambahkan, belum lama ini ada 2 orang warga negara Belanda, yang datang langsung dari Belanda, khusus untuk melihat kondisi bangunan Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg.

Keduanya mengaku sebagai keturunan dari warga negara Belanda yang sempat tinggal di Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg pada zaman VOC. Hal tersebut dibuktikan dengan kepemilikan foto-foto asli kondisi Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg pada masa kejayaannya dahulu. 

Tidak hanya itu, mereka juga menggunakan istilah yang notabene tidak pernah digunakan oleh masyarakat Indonesia, yakni menyebut Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg dengan sebutan Gedung Gede. 

“Sebutan itu dulu cuma orang-orang tertentu yang tahu. Waktu mereka mengatakan hendak ke Gedung Gede, saya yakin mereka itu masih keturunan orang yang pernah tinggal di sini, apalagi mereka juga membawa foto-foto bangunan ini dulu,” beber Thoyib. 

Kini dengan kondisi Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg yang sudah hancur, tidak lagi ada aktivitas apa pun di bangunan tersebut. Yang ada hanya tumbuhan liar yang tumbuh tak beraturan dan menjalar di seluruh sisi bangunan.

Setelah beberapa tahun tak berpenghuni, dengan kondisi yang hancur, bangunan Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg kini memiliki sebutan baru di masyarakat, yakni rumah Mak Lampir. 

Sebutan tersebut diberikan lantaran melihat kondisi Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg yang sudah tidak lagi terawat, bahkan bisa dibilang terbengkalai. 

Tidak hanya itu, bangunan Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg kini juga dikenal sebagai bangunan yang angker, yang dihuni oleh sekian banyak makhluk halus.

Menurut Nenek Fauzi, salah seorang pensiunan karyawan RRI yang masih tetap tinggal di sekitar bangunan Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg dengan mendirikan rumah sederhana, mengatakan bahwa benar atau tidaknya keangkeran Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg tergantung pada pribadi masing-masing. 

“Itu masing-masing aja,” ujarnya. 

Nenek Fauzi menjelaskan, memang banyak yang pernah melihat kemunculan makhluk halus di gedung Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg. 

Akan tetapi, kemunculan mereka tidak lebih hanya ingin menampakkan diri, tidak ada niat mengganggu. Terlebih ketika orang yang datang ke Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg berniat baik dan berperilaku sopan. 

Sosok yang kerap menampakan diri di Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg, menurut Nenek Fauzi, mayoritas adalah sosok orang asing.

Salah satu yang kerap sekali menampakkan diri kepada Nenek Fauzi adalah sosok Noni Belanda. 

“Noni itu paling yang sering muncul. Dia tinggi, cantik, berambut pirang, tetapi tidak memakai gaun putih, ya,” ungkapnya. 

Selain Noni Belanda, sosok lain yang sesekali sering mucul adalah potongan kepala orang Belanda, sosok hitam betubuh besar, dan pocong.

Bahkan berdasarkan kisah Nenek Fauzi, pernah ada tiga orang pelajar, yang tanpa izin tiba-tiba masuk kedalam bangunan Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg. 

Tidak hanya masuk, ketiganya juga berteriak dan tertawa-tawa di dalam bangunan Landhuis Tjimanggis bij Buitenzorg. 

Tidak bersalang lama dua orang pelajar ditemukan sudah tak sadarkan diri, sedangkan yang satu ditemukan dalam kondisi tidak dapat berbicara dan bergerak. 

“Di sini itu memang harus sopan. Intinya harus saling menghargai,” tutupnya.

إرسال تعليق

Post a Comment (0)

أحدث أقدم