Moving Average - salah satu indikator yang sering kamu temukan tentu adalah moving average. Tidak heran, sebab indikator ini memang marak digunakan oleh
trader yang masih pemula maupun sudah professional.
Tapi, di balik popularitasnya, moving average ternyata punya berbagai macam jenis yang bisa kamu gunakan sesuai kebutuhan loh, Apa saja jenis-jenisnya ya ?
Sekilas Mengenai Moving Average
Moving Average (MA) adalah salah satu indikator analisis teknikal yang populer digunakan oleh trader dan investor. Indikator ini bertujuan untuk memberi petunjuk kepada mereka tentang arah tren harga sebuah aset di masa depan.
Lantas, bagaimana cara melihat Moving Average?
Dalam hal ini, investor dan trader menggunakan rerata pergerakan harga sebuah aset dalam sebuah rentang waktu tertentu. Biasanya, rentang waktu yang digunakan adalah harian.
Kemudian, rerata pergerakan harian tersebut disandingkan dengan rerata pergerakan harga di hari lain sehingga investor dan trader bisa membaca tren pergerakan harganya.
Selain membaca tren pergerakan harga sebuah aset, Moving Average juga berguna untuk menghilangkan dampak fluktuasi harga dalam jangka pendek yang terkesan acak (random).
Sebab, terkadang investor atau trader sering terkecoh dan terjebak melakukan keputusan investasi yang keliru saat melihat tren pergerakan harga seperti demikian.
Moving Average sendiri terdiri dari beberapa variasi tergantung fokus sang trader. Apakah memang ia ingin melihat tren secara keseluruhan atau memberikan bobot dan perhatian lebih besar terhadap satu titik tertentu di dalam pergerakan harga aset tersebut.
Untuk mengetahui contoh penjelasan di atas, yuk simak jenis-jenis Moving Average berikut!
Jenis-Jenis Moving Average
1. Simple Moving Average (SMA)
Di antara jenis Moving Average lainnya, SMA adalah yang paling populer.
Penghitungannya sangat simpel seperti namanya, yakni seluruh poin data terbaru dijumlahkan lalu dibagi dengan jumlah data itu sendiri dalam periode waktu tertentu.
SMA menggunakan data historis berupa harga tertinggi, harga terendah, harga buka dan harga tutup. Indikator ini di gunakan trader untuk mengetahui kapan waktu terbaik untuk masuk dan keluar dari pasar.
Banyak yang bisa kamu dapatkan dari penghitungan sederhana SMA, seperti titik support dan resistance, sell dan buy dan sebagainya. Informasi dalam MA diplot dalam grafik yang memudahkan kamu untuk membaca trennya.
2. Exponential Moving Average (EMA)
Mirip dengan SMA, jenis moving average ini pun di gunakan untuk memprediksi arah tren dalam periode tertentu.
Bedanya, karena dihitung secara eksponensial, EMA lebih memberikan bobot lebih terhadap pergerakan yang terjadi saat ini ketimbang masa lampau. Artinya, EMA lebih sensitif terhadap momentum terkini ketimbang SMA.
Hal ini di lakukan untuk membantu investor dalam merespons perubahan harga yang terjadi saat ini dengan lebih cepat. Dengan begitu, kamu pun bisa lebih cepat mengambil keputusan saat trading.
Jika grafik menanjak, kamu bisa menentukan titik beli pada poin terdekat dengan EMA. Sebaliknya, jika garis menurun, kamu bisa menentukan titik beli pada poin sedikit di bawah EMA.
Tren ini juga membantu kamu menentukan titik support dan resistance. Waktu tunda dalam menampilkan tren pada EMA yang pendek sangat membantu jika kamu ingin melakukan scalping. Namun, kamu harus jeli, terkadang EMA memberi sinyal palsu juga lho, Sobat Cuan.
Untuk menghitung EMA, investor harus menghitung Simple Moving Average terlebih dulu dalam rentang waktu tertentu.
Kemudian, untuk memberi bobot kepada EMA, investor akan mengalikannya dengan faktor pengali (multiplier), di mana formulanya adalah sebagai berikut: [2/(periode MA + 1)]. Sebagai contoh, untuk 20 hari Moving Average, maka faktor pengalinya adalah [2/(20+1)]= 0,09.
Bagaimana beda Simple Moving Average dan Exponential Moving Average jika di grafik? Nah, jawabannya bisa kamu temukan di chart harga ETH di bawah ini yang menampilkan EMA 20 hari (garis ungu) dan SMA 20 hari (garis biru).
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj1XBfC5sjdENyHwaMDXdJf8h5bJfu0DoZruRjgU2GQiu4bvgvX8ZAUjJ9FrwC3hH6KfBegGL7hZQtmLCj-tkHebpdExurLHKWIMvMOzwin7TrXfc9RE9kaTZad1f020odg4PFFqtqvSCk/w640-h412/Contoh+Moving+Average.png) |
Contoh Moving Average |
Grafik di atas memperlihatkan bahwa EMA selalu lebih dekat dengan pergerakan harga aslinya. Hal ini merupakan implikasi bahwa EMA berfokus pada pergerakan harga yang lebih baru.
3. Double Exponential Moving Average (DEMA)
Ada kalanya beberapa trader menggunakan lebih dari satu EMA untuk menentukan momentum. Salah satu yang cukup populer adalah double exponential moving average.
DEMA populer di kalangan trader pemula sebab akurasinya lebih baik ketimbang EMA, namun aplikasinya tidak terlalu sulit.
DEMA mereduksi potensi sinyal palsu dari EMA dengan mengukur dalam dua garis yang mewakili dua tren berbeda seperti harga buka atau harga tutup. Momentum dalam DEMA memang lebih lambat ketimbang EMA, namun sinyal yang di berikan lebih otentik.
Dengan begitu, kamu akan lebih mudah mengenali perubahan tren tanpa takut PHP.
4. Triple Exponential Moving Average (TEMA)
Tak cukup dua EMA? Kamu bisa mencoba tiga! Dengan TEMA, kamu bisa menghadirkan akurasi tren dengan waktu yang lebih cepat.
Ketiganya, yakni EMA, DEMA dan TEMA kerap di kolaborasikan untuk menghitung tren menggunakan TRIX.
Yakni, sebuah momentum indikator yang bisa memberikan kamu informasi kapan harga sedang terlalu mahal atau terlalu murah.
5. Weighted Moving Average (WMA)
Moving Average jenis ini disebut juga peramal masa depan sebab akurasinya yang tinggi.
Weighted Moving Average merupakan pengembangan dari Moving Average dengan menambahkan bobot terdistribusi dalam penghitungannya.
Distribusi beban yang di berikan pada data AKAN memengaruhi akurasinya. Biasanya, beban yang diberikan berkisar 1-100% dan didistribusikan pada periode yang akan dihitung berdasarkan harga.
Beban pada harga proyeksi lebih berat ketimbang beban pada harga historis. Deret ini akan memberi tahu kamu besaran harga total dalam satu periode. Saat disajikan dalam grafik, garisnya jadi sangat akurat.
Tak hanya bagi trader pasar modal, WMA juga berjasa bagi para stockist dan pedagang retail untuk menghitung stok barang dagangan dan harga rata-rata yang berfluktuasi.
6. Wilder Smoothing Moving Average (WSMA)
Jenis ini kurang populer di sebabkan kurangnya sensitivitas terhadap perubahan harga. Moving Average ini lebih khusus digunakan untuk mengukur Support dan Resistance.
Pola penghitungannya mirip dengan EMA, dengan memperhalus noise pasar sehingga tren bullish dan bearish dapat terbaca lebih jelas. Pengembangnya, yakni J Welles Wilder, juga mengembangkan indikator lain seperti RSI, average true range, dan directional movement.
WSMA dapat memberi kamu gambar yang jelas mengenai aktivitas pasar dengan menampilkan perhitungan periodikal tanpa distorsi.
Jadi, apakah kamu siap menggunakan indikator MA ini saat trading? Kamu bisa mencobanya di beberapa aset seperti di crypto, forex, binary.
إرسال تعليق